Pengalaman ini aku tuliskan dalam sebuah catatan singkat yang sangat
sedikit sekali menggambarkan tentang serunya mendaki gunung di mahameru,
pendakian yang satu ini memang memiliki banyak kesan yang mengagumkan, pun
banyak kesan menyakitkan yang merintangi di setiap perjalanku menaklukan puncak
mahameru.
Oke deh, kita mulai ceritanya,,,,
Kala itu, seperti biasa dalam sebuah halaqoh, sang MR berbincang-bincang
kepada kami seusai menyampaikan materi. Perbincangan itu berlangsung sangat
seru, terkadang kami membicarakan tentang visi hidup, rencana-rencana dan
agenda keseharian, amalan yaumiyah, sampai pada ujung-ujungnya pasti mbahas
masalah pernikahan. (hadehhhh... ^_^), tiba-tiba sang MR bertanya kepadaku
“akhi, Pekan depan rencana mau kemana?”
seperti biasa aku selalu menjawab dengan jujur mengenai agenda-agenda
yang telah aku susun dalam satu bulan “rencanya ane mau ke semeru ustad,
biasah,,,ndaki gunung sama temen-temen, tapi kurang tau juga ustad, ane
denger-denger pendakiannya di batalkan karena prioritas agenda yang lain” sang
MR kemudian berkata “wah, tepat sekali akh, ini mau ada mukhoyam, capeknya
hampir sama kayak mendaki gunung, insyaAllah pekan depan, nanti kalo ada
perubahan ane kabari lagi”. “wah, kyaknya seru nih kalo ikut mukhoyam, njeh
ustad, siap insyaAllah” jawabku dengan singkat sekaligus mengakhiri halaqoh
kami pekan itu.
*****
Keesokan harinya, ketika aku sedang duduk-duduk di serambi SO(sekretariat
ORMAWA), aku bertemu dengan salah satu anggota pendakian yang telah kami
rencanakan, namanya mas azhar. “mas? Katanya pendakian di batalkan, itu infonya
bener ta?” tanyaku kepada mas azhar yang tiba-tiba lewat di hadapanku. “loh iya
ta akh? Aku sebenere ya ada acara di lamongan, kalo g jadi ya wis gak papa, aku
tak ke lamongan aja kalo gitu” jawab mas azhar yang malah bikin aku tambah
bingung. “loh piye to mas? Antm kok malah g tau? Wes tak tanya ke mas hari
(ketua pendakian bekerja sebagai manager YDSF surabaya)ae kalo gitu” jawabku
mengakhiri perbincangan kala itu.
Malam harinya, aku langsung ke kosannya mas hari dan beliau cerita banyak
sekali. Begini ceritanya “antum dan yang lainnya itu akh, sudah ane talangi
untuk pembayaran transportasi di semeru, udah tak daftarkan untuk pendakian,
tapi tiba-tiba kok banyak yang mengundurkan diri, kayaknya ane rugi banyak ini, wong arek-arek
ora sido melu kabeh” cerita mas hari kepadaku. “oalah, wes ditalangi to mas?
Lha tapi ane di suruh ikut mukhoyam e mas sama MR?” tanyaku kepada mas hari.
“yawis akh, tafadhol antm ae, pokoknya ane tetep budhal nang semeru” jawab mas
hari dengan singkat. “wah, berat iki mas, yawis tak pikir-pikir dulu mas”
jawabku sambil meringis dan bergegas pamit karena waktu sudah menunjukkan pkul
22.00 wib.
Malam itu membuatku bimbang tak karuan, aku ingin merasakan serunya
menaklukan mahameru, puncak tertinggi di jawa dengan ketinggian 3676 MDPL tapi
aku juga ingin merasakan mukhoyam dan bertemu dengan orang-orang yang memiliki
militansi dan ghiroh yang tinggi dalam perjuangan ini, meningkatkan kualitas iman
melalui penempaan diri menjadi lebih kuat baik secara fisik maupun secara
rukhiyah.
Disaat hatiku menjadi andilau
(antara delima dan galau) aku sms sang MR “assalamu’alaykum ustad, ane bingung
mau ikut mukhoyam ato mendaki di semeru? Menurut ustad gimana?” tanyaku melalui
pesan singkat yang aku kirimkan ke beliau. Tak lama kemudian hapeku bergetar
dan dengan bergegas aku mebuka pesan di hapeku berharap ustad membolehkan aku
ikut ke semeru, namun sms beliau berisi seperti ini “wa’alaykumsalam, tafadhol
antm akh, jika bingung, antm istikhoroh aja malam ini”. “walah,,,malah di suruh
istikhoroh,,kayak mau nikah aja pake istikhoroh segala, hehehehe” gumamku dalam
hati yng saat itu sedang tak karuan. Lalu dengan sopan aku menjawab “njeh
ustad, insyaAllah”.
Malam itu juga, ketika aku terjaga, kulakukan istikhoroh sesuai instruksi
dari MR, dan ternyata hampir imposible bisa mendapatkan hasil istikoroh dalam
satu malam. Hanya orang-orang yang amat dekat dengan Allah lah yang kemungkinan
bisa dapat hasil istikhoroh dalam satu mlam, sedangkan aku, wah,,,,kayaknya
harus lebih sering mendekatkan diri dengan sang khaliq nih,,, masih jauh,, ^_^
*****
Karena tak tau harus bagaimana lagi, aku kemudian memutuskan untuk
menimbang kedua urusan itu menggunakan fiqih proiritas, yah yang pasti dengan
kaidah-kaidah yang masih sedikit aku hafal salah satunya adalah “laa dhororo wa
laa dhirooro” kaidah ini sangat singkat tapi memiliki makna yang cukup berat
dalam fiqih prioritas “jangan memudhorotkan dan jangan dimudhorotkan” kaidah
ini lebih cenderung kepada masalah muamalah, kaidah inilah yang membuatku
berpikir untuk pergi kesemeru saja, karena aku tak ingin memudhorotkan mas hari
yang bisa rugi banyak gara-gara nalangi temen-temen. Kaidah lain yang membuatku
berat dengan mukhoyam adalah “kemaslahatan yang umum lebih di utamakan dari
pada kemaslahatan yang khusus” (bhasa arabnya kepanjangan, ^_^). Kemaslahatan
yang akan di dapat akan lebih banyak jika aku ikut mukhoyam daripada ikut ke
semeru.
Kala itu hatiku begitu bimbang, dunia serasa sempit bahkan pakainku serasa
menyusut dan membuat tubuh ini merasa gerah dengan segala pertimbangan yang
benar-benar memusingkan. Untunglah adzan dhuhur siang itu berkumandang memecah
kepenatanku dan memanggilku untuk segera “laporan” kepada sang kholiq. Aku
mulai mengambil air wudhu dan begegas menuju shaf pertama karena itulah saf
terbaik bagi seorang ikhwan, sedangkan seorang akhwat, shaf terbaik adalah yang
paling belakang. Air wudhu yang masih membasahi jenggotku terasa dingin dan
segar kala tertiup oleh aingin, sholat dhuhur pun telah ku tunaikan plus sholat
rawatibnya. Subhanalloh, tiba-tiba aku teringat sebuah kaidah singkat yang
berbunyi “daf’ul dhorori awla minjalbi naf’i” artinya “menolak mudharat lebih
utama daripada meraih manfaat” akhirnya dengan sangat mantab aku memutuskan
untuk ikut ke semeru saja. Luar biasanya, sore hari kemudian aku menerima sms
dari MR bahwa mukhoyam di tunda, waaahhh, betapa senangnya aku mendengar berita
itu, sehingga pilihanku untuk ikut ke semeru semakin mantab.
Malam ini aku harus segera berkemas dan bersiap-siap untuk menyiapkan
segala apapun yang di perlukan dalam sebuah pendakaian karena besok pagi-pagi
jam 6 aku sudah harus berangkat untuk ke semeru. Sungguh luar biasa, dalam
waktu tidak sampai 1 hari aku harus menyiapkan segala kebutuhanku yang aku tak
punya, dengan tergopoh-gopoh aku mencari peralatan pendakian termasuk tas
carier, sleeping bag, matras, head lamp, jas hujan dan perbekalan pribadi.
Huaaaa,,, betapa capeknya tubuh ini setelah keliaran nyari tempat persewaan
sleeping bag dan dome(tenda pendakian), malam itu hampir semua keperluan sudah
ku siapkan tinggal menanti terbitnya matahari sebagai pertanda untuk segera
menuju bungurasih untuk bertemu dengan team pendakian dari alumni stan jakarta.
*****
Setelah perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya kami sampai pada tempat
regristrasi ulang pendakian yakni di tumpang, Malang. Begitu turun aku langsung
kaget ketika melihat ada beberapa akhwat memakai rok dan berkerudung lebar
memanggul tas carier yang begitu besar “buset dah, nih akhwat mau ndaki gunung?
Luar biasa!!” gumamku dalam hati yang terheran-heran karena baru kali itu aku
melihat akhwat ndaki gunung. Memang sih, event kali ini adalah sebuah jambore
yang diikuti oleh sekitar dua ribu pendaki dari seluruh indonesia, bahkan
sampai mancanegara.
Selesai menaruh tas, aku langsung bergegas mencari masjid untuk menunaikan
sholat dhuhur. Karena kondisi kami
sedang safar, maka aku niatkan untuk menjamak sekalian dengan sholat ashar
karena kemungkinan besar akan sangat sulit mncari tempat sholat ashar atau
bahkan mungkin masih dalam perjalanan ketka menuju ranu pane (base camp/ start
awal pendakian). Seusai sholat, kami langsung bergegas menuju sebuah rumah
warga sebagai tempat beristirahat sekaligus menanti datangnya truk yang akan
mengangkut kami menuju ranu pane.
Di rumah itu, kami bertemu dengan rombongan dari jogja dan disana pula kami
saling beramah tamah, berkenalan dengan rombongan dari jakarta(alumni stan) dan
berkenalan dengan rombongan dari jogja (temennya mas hari). Di rumah itu aku di
buat kaget lagi, “haaaaa, ternyata di rombongan jakarta yang berangkat satu bis
dari surabaya tadi ada akhwatnya juga to?” tanyaku dalam hati ketika tak
sengaja melihat si akhwat lewat di depanku. Memang setahuku tadi itu ada
beberapa cewek di belakang ketika di dalam bis tapi aku g tau kalo ada
akhwatnya juga.
Hemmm, mungkin pembaca bingung dengan ungkapanku di atas. Memang secara
makna harfiah cwek maupun akhwat itu sama saja dan tidak ada bedanya. Tapi Bagiku
cwek dan akhwat itu berbeda. Kalau cwek itu seperti wanita pada umumnya,
memakai celana, kadang pake jilbab kadang tidak, kaosnya pun juga gak
lebar-lebar amat. Nah, kalo akhwat itu, selalu pake jilbab dan selalu lebar,
mamakai rok atau gamis, dan memakai kaos kaki. Pada intinya seorang akhwat itu
selalu menutup auratnya dengan sempurna dan tidak hanya itu, akhwat itu juga
selalu bisa menjaga hubungannya dengan laki-laki atau ikhwan yang bukan
mahramnya. Mereka terpelihara bagaikan mutiara yang tersimpan dalam cangkang
yang amat kokoh. Loh....loh,...., kenapa malah jadi ngomongin ini???hadeeeehhhh
^_^
Lanjut aja deh ceritanya,,,
Tak lama kemudian, truk yang bertugas mengangkut kami menuju ranu pane
datang dan parkir di depan rumah tempat istirahat kami. Kami pun segera bergegas
menaikkan tas-tas kami dan menuju ranu pane. “subhanallooh....” perjalanan yang
cukup menegangkan, melewati jalan terjal dan bergelombang , seakan-akan
mengocok kami yang ada dalam truk sampai mual-mual dan terdapat beberapa burung
yang mengitari kepala kami (red: pusing).
Sesampai di ranu pane, kami langsung
mendirikan tenda untuk bermalam dan beristirahat untuk menyimpan energi pada
pendakian yang akan kami lakukan esok pagi. Tapi tak lupa sebelum tidur, aku
mencari musholla dulu untuk menunaikan kewajibanku mendirikan sholat maghrib
sekaligus sholat isya’ karena tadi masih dalam perjalanan. Seusai sholat, aku
bergegas masuk kedalam tenda untuk persiapan menuju alam mimpi, tak lupa
sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri (tertidur), aku sempatkan tilawah
beberapa lembar karena seharian tadi aku masih sangat sedikit tilawahnya.
Lumayan lah, meskipun seharian tadi gak bisa satu juz, tapi paling tidak juga
gak sedikit-sedikit amat tilawahnya.
Seusai tilawah, lega rasanya hati ini, begitu tenang dan damai. Pendakian
esok hari pasti sangat berat dan melelahkan, jika tidak aku niatkan untuk
hal-hal yang baik, maka sia-sia kelelahanku dalam pendakian ini, gak dapat
apa-apa dong aku kecuali lelah dan capek? Hemmm, teringat lagi sebuah kaidah
fiqih “al umuru bimaqosidiha” “segala urusan itu tergantung maksudnya” kaidah
ini hampir sama dengan sebuah hadist nabi “innamal a’malu binniyat”
“sesungguhnya amal itu tergantung niatnya” atau kaidah-kaidah lain yang
mengatakan bahwa “tidak ada pahala kecuali dengan niat dan tidak ada dosa
kecuali dengan niat pula”
*****
Akhirnya, malam itu aku tertidur pulas dan keesokan harinya aku bangun
dengan kondisi yang prima. Tak lupa segera kutunaikan sholat shubuh dan sedikit
tilawah. Hemm, pagi yang sungguh mempesona di ranu pane, keindahan alamnya
belum pernah ku temukan dalam gambar-gambar manapun, secanggih apapun kemeranya
tak lebih canggih dari sebuah bola mata ciptaan Allah yang maha sempurna
“subhanallah..”. udara sejuk pagi itu mengingatkanku kepada pendakian-pendakian
yang telah ku lakukan sebelumnya, yah begitulah udara di daerah pegunungan,
begitu sejuk dan segar.
Kicau burung mulai terdengar dengan
merdunya, suara gesekan pohon mulai meramaikan nyanyian alam yang bertasbih
menyembah kepadaNya. Setitik embun, masih enggan jatuh dalam dekapan daun-daun
cemara. Kabut cinta di atas danau, menari dengan indah membentuk
kalimat-kalimat sang pencipta. Sang mentari pun masih malu-malu menampakkan
cahayanya. Puncak mahameru yang tetap tegar dalam diamnya mulai tampak gagah
perkasa meski sedikit tetutupi oleh rimbun hutan cemara. Bahkan kalimat-kalimat
ini pun tak akan mampu melukiskan keindahan alam ranu pane pagi itu.
“subhanallah....”
Bersambung dulu deh.... ^_^
Pengalaman ini aku tuliskan dalam sebuah catatan singkat yang sangat
sedikit sekali menggambarkan tentang serunya mendaki gunung di mahameru,
pendakian yang satu ini memang memiliki banyak kesan yang mengagumkan, pun
banyak kesan menyakitkan yang merintangi di setiap perjalanku menaklukan puncak
mahameru.
Oke deh, kita mulai ceritanya,,,,
Kala itu, seperti biasa dalam sebuah halaqoh, sang MR berbincang-bincang
kepada kami seusai menyampaikan materi. Perbincangan itu berlangsung sangat
seru, terkadang kami membicarakan tentang visi hidup, rencana-rencana dan
agenda keseharian, amalan yaumiyah, sampai pada ujung-ujungnya pasti mbahas
masalah pernikahan. (hadehhhh... ^_^), tiba-tiba sang MR bertanya kepadaku
“akhi, Pekan depan rencana mau kemana?”
seperti biasa aku selalu menjawab dengan jujur mengenai agenda-agenda
yang telah aku susun dalam satu bulan “rencanya ane mau ke semeru ustad,
biasah,,,ndaki gunung sama temen-temen, tapi kurang tau juga ustad, ane
denger-denger pendakiannya di batalkan karena prioritas agenda yang lain” sang
MR kemudian berkata “wah, tepat sekali akh, ini mau ada mukhoyam, capeknya
hampir sama kayak mendaki gunung, insyaAllah pekan depan, nanti kalo ada
perubahan ane kabari lagi”. “wah, kyaknya seru nih kalo ikut mukhoyam, njeh
ustad, siap insyaAllah” jawabku dengan singkat sekaligus mengakhiri halaqoh
kami pekan itu.
*****
Keesokan harinya, ketika aku sedang duduk-duduk di serambi SO(sekretariat
ORMAWA), aku bertemu dengan salah satu anggota pendakian yang telah kami
rencanakan, namanya mas azhar. “mas? Katanya pendakian di batalkan, itu infonya
bener ta?” tanyaku kepada mas azhar yang tiba-tiba lewat di hadapanku. “loh iya
ta akh? Aku sebenere ya ada acara di lamongan, kalo g jadi ya wis gak papa, aku
tak ke lamongan aja kalo gitu” jawab mas azhar yang malah bikin aku tambah
bingung. “loh piye to mas? Antm kok malah g tau? Wes tak tanya ke mas hari
(ketua pendakian bekerja sebagai manager YDSF surabaya)ae kalo gitu” jawabku
mengakhiri perbincangan kala itu.
Malam harinya, aku langsung ke kosannya mas hari dan beliau cerita banyak
sekali. Begini ceritanya “antum dan yang lainnya itu akh, sudah ane talangi
untuk pembayaran transportasi di semeru, udah tak daftarkan untuk pendakian,
tapi tiba-tiba kok banyak yang mengundurkan diri, kayaknya ane rugi banyak ini, wong arek-arek
ora sido melu kabeh” cerita mas hari kepadaku. “oalah, wes ditalangi to mas?
Lha tapi ane di suruh ikut mukhoyam e mas sama MR?” tanyaku kepada mas hari.
“yawis akh, tafadhol antm ae, pokoknya ane tetep budhal nang semeru” jawab mas
hari dengan singkat. “wah, berat iki mas, yawis tak pikir-pikir dulu mas”
jawabku sambil meringis dan bergegas pamit karena waktu sudah menunjukkan pkul
22.00 wib.
Malam itu membuatku bimbang tak karuan, aku ingin merasakan serunya
menaklukan mahameru, puncak tertinggi di jawa dengan ketinggian 3676 MDPL tapi
aku juga ingin merasakan mukhoyam dan bertemu dengan orang-orang yang memiliki
militansi dan ghiroh yang tinggi dalam perjuangan ini, meningkatkan kualitas iman
melalui penempaan diri menjadi lebih kuat baik secara fisik maupun secara
rukhiyah.
Disaat hatiku menjadi andilau
(antara delima dan galau) aku sms sang MR “assalamu’alaykum ustad, ane bingung
mau ikut mukhoyam ato mendaki di semeru? Menurut ustad gimana?” tanyaku melalui
pesan singkat yang aku kirimkan ke beliau. Tak lama kemudian hapeku bergetar
dan dengan bergegas aku mebuka pesan di hapeku berharap ustad membolehkan aku
ikut ke semeru, namun sms beliau berisi seperti ini “wa’alaykumsalam, tafadhol
antm akh, jika bingung, antm istikhoroh aja malam ini”. “walah,,,malah di suruh
istikhoroh,,kayak mau nikah aja pake istikhoroh segala, hehehehe” gumamku dalam
hati yng saat itu sedang tak karuan. Lalu dengan sopan aku menjawab “njeh
ustad, insyaAllah”.
Malam itu juga, ketika aku terjaga, kulakukan istikhoroh sesuai instruksi
dari MR, dan ternyata hampir imposible bisa mendapatkan hasil istikoroh dalam
satu malam. Hanya orang-orang yang amat dekat dengan Allah lah yang kemungkinan
bisa dapat hasil istikhoroh dalam satu mlam, sedangkan aku, wah,,,,kayaknya
harus lebih sering mendekatkan diri dengan sang khaliq nih,,, masih jauh,, ^_^
*****
Karena tak tau harus bagaimana lagi, aku kemudian memutuskan untuk
menimbang kedua urusan itu menggunakan fiqih proiritas, yah yang pasti dengan
kaidah-kaidah yang masih sedikit aku hafal salah satunya adalah “laa dhororo wa
laa dhirooro” kaidah ini sangat singkat tapi memiliki makna yang cukup berat
dalam fiqih prioritas “jangan memudhorotkan dan jangan dimudhorotkan” kaidah
ini lebih cenderung kepada masalah muamalah, kaidah inilah yang membuatku
berpikir untuk pergi kesemeru saja, karena aku tak ingin memudhorotkan mas hari
yang bisa rugi banyak gara-gara nalangi temen-temen. Kaidah lain yang membuatku
berat dengan mukhoyam adalah “kemaslahatan yang umum lebih di utamakan dari
pada kemaslahatan yang khusus” (bhasa arabnya kepanjangan, ^_^). Kemaslahatan
yang akan di dapat akan lebih banyak jika aku ikut mukhoyam daripada ikut ke
semeru.
Kala itu hatiku begitu bimbang, dunia serasa sempit bahkan pakainku serasa
menyusut dan membuat tubuh ini merasa gerah dengan segala pertimbangan yang
benar-benar memusingkan. Untunglah adzan dhuhur siang itu berkumandang memecah
kepenatanku dan memanggilku untuk segera “laporan” kepada sang kholiq. Aku
mulai mengambil air wudhu dan begegas menuju shaf pertama karena itulah saf
terbaik bagi seorang ikhwan, sedangkan seorang akhwat, shaf terbaik adalah yang
paling belakang. Air wudhu yang masih membasahi jenggotku terasa dingin dan
segar kala tertiup oleh aingin, sholat dhuhur pun telah ku tunaikan plus sholat
rawatibnya. Subhanalloh, tiba-tiba aku teringat sebuah kaidah singkat yang
berbunyi “daf’ul dhorori awla minjalbi naf’i” artinya “menolak mudharat lebih
utama daripada meraih manfaat” akhirnya dengan sangat mantab aku memutuskan
untuk ikut ke semeru saja. Luar biasanya, sore hari kemudian aku menerima sms
dari MR bahwa mukhoyam di tunda, waaahhh, betapa senangnya aku mendengar berita
itu, sehingga pilihanku untuk ikut ke semeru semakin mantab.
Malam ini aku harus segera berkemas dan bersiap-siap untuk menyiapkan
segala apapun yang di perlukan dalam sebuah pendakaian karena besok pagi-pagi
jam 6 aku sudah harus berangkat untuk ke semeru. Sungguh luar biasa, dalam
waktu tidak sampai 1 hari aku harus menyiapkan segala kebutuhanku yang aku tak
punya, dengan tergopoh-gopoh aku mencari peralatan pendakian termasuk tas
carier, sleeping bag, matras, head lamp, jas hujan dan perbekalan pribadi.
Huaaaa,,, betapa capeknya tubuh ini setelah keliaran nyari tempat persewaan
sleeping bag dan dome(tenda pendakian), malam itu hampir semua keperluan sudah
ku siapkan tinggal menanti terbitnya matahari sebagai pertanda untuk segera
menuju bungurasih untuk bertemu dengan team pendakian dari alumni stan jakarta.
*****
Setelah perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya kami sampai pada tempat
regristrasi ulang pendakian yakni di tumpang, Malang. Begitu turun aku langsung
kaget ketika melihat ada beberapa akhwat memakai rok dan berkerudung lebar
memanggul tas carier yang begitu besar “buset dah, nih akhwat mau ndaki gunung?
Luar biasa!!” gumamku dalam hati yang terheran-heran karena baru kali itu aku
melihat akhwat ndaki gunung. Memang sih, event kali ini adalah sebuah jambore
yang diikuti oleh sekitar dua ribu pendaki dari seluruh indonesia, bahkan
sampai mancanegara.
Selesai menaruh tas, aku langsung bergegas mencari masjid untuk menunaikan
sholat dhuhur. Karena kondisi kami
sedang safar, maka aku niatkan untuk menjamak sekalian dengan sholat ashar
karena kemungkinan besar akan sangat sulit mncari tempat sholat ashar atau
bahkan mungkin masih dalam perjalanan ketka menuju ranu pane (base camp/ start
awal pendakian). Seusai sholat, kami langsung bergegas menuju sebuah rumah
warga sebagai tempat beristirahat sekaligus menanti datangnya truk yang akan
mengangkut kami menuju ranu pane.
Di rumah itu, kami bertemu dengan rombongan dari jogja dan disana pula kami
saling beramah tamah, berkenalan dengan rombongan dari jakarta(alumni stan) dan
berkenalan dengan rombongan dari jogja (temennya mas hari). Di rumah itu aku di
buat kaget lagi, “haaaaa, ternyata di rombongan jakarta yang berangkat satu bis
dari surabaya tadi ada akhwatnya juga to?” tanyaku dalam hati ketika tak
sengaja melihat si akhwat lewat di depanku. Memang setahuku tadi itu ada
beberapa cewek di belakang ketika di dalam bis tapi aku g tau kalo ada
akhwatnya juga.
Hemmm, mungkin pembaca bingung dengan ungkapanku di atas. Memang secara
makna harfiah cwek maupun akhwat itu sama saja dan tidak ada bedanya. Tapi Bagiku
cwek dan akhwat itu berbeda. Kalau cwek itu seperti wanita pada umumnya,
memakai celana, kadang pake jilbab kadang tidak, kaosnya pun juga gak
lebar-lebar amat. Nah, kalo akhwat itu, selalu pake jilbab dan selalu lebar,
mamakai rok atau gamis, dan memakai kaos kaki. Pada intinya seorang akhwat itu
selalu menutup auratnya dengan sempurna dan tidak hanya itu, akhwat itu juga
selalu bisa menjaga hubungannya dengan laki-laki atau ikhwan yang bukan
mahramnya. Mereka terpelihara bagaikan mutiara yang tersimpan dalam cangkang
yang amat kokoh. Loh....loh,...., kenapa malah jadi ngomongin ini???hadeeeehhhh
^_^
Lanjut aja deh ceritanya,,,
Tak lama kemudian, truk yang bertugas mengangkut kami menuju ranu pane
datang dan parkir di depan rumah tempat istirahat kami. Kami pun segera bergegas
menaikkan tas-tas kami dan menuju ranu pane. “subhanallooh....” perjalanan yang
cukup menegangkan, melewati jalan terjal dan bergelombang , seakan-akan
mengocok kami yang ada dalam truk sampai mual-mual dan terdapat beberapa burung
yang mengitari kepala kami (red: pusing).
Sesampai di ranu pane, kami langsung
mendirikan tenda untuk bermalam dan beristirahat untuk menyimpan energi pada
pendakian yang akan kami lakukan esok pagi. Tapi tak lupa sebelum tidur, aku
mencari musholla dulu untuk menunaikan kewajibanku mendirikan sholat maghrib
sekaligus sholat isya’ karena tadi masih dalam perjalanan. Seusai sholat, aku
bergegas masuk kedalam tenda untuk persiapan menuju alam mimpi, tak lupa
sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri (tertidur), aku sempatkan tilawah
beberapa lembar karena seharian tadi aku masih sangat sedikit tilawahnya.
Lumayan lah, meskipun seharian tadi gak bisa satu juz, tapi paling tidak juga
gak sedikit-sedikit amat tilawahnya.
Seusai tilawah, lega rasanya hati ini, begitu tenang dan damai. Pendakian
esok hari pasti sangat berat dan melelahkan, jika tidak aku niatkan untuk
hal-hal yang baik, maka sia-sia kelelahanku dalam pendakian ini, gak dapat
apa-apa dong aku kecuali lelah dan capek? Hemmm, teringat lagi sebuah kaidah
fiqih “al umuru bimaqosidiha” “segala urusan itu tergantung maksudnya” kaidah
ini hampir sama dengan sebuah hadist nabi “innamal a’malu binniyat”
“sesungguhnya amal itu tergantung niatnya” atau kaidah-kaidah lain yang
mengatakan bahwa “tidak ada pahala kecuali dengan niat dan tidak ada dosa
kecuali dengan niat pula”
*****
Akhirnya, malam itu aku tertidur pulas dan keesokan harinya aku bangun
dengan kondisi yang prima. Tak lupa segera kutunaikan sholat shubuh dan sedikit
tilawah. Hemm, pagi yang sungguh mempesona di ranu pane, keindahan alamnya
belum pernah ku temukan dalam gambar-gambar manapun, secanggih apapun kemeranya
tak lebih canggih dari sebuah bola mata ciptaan Allah yang maha sempurna
“subhanallah..”. udara sejuk pagi itu mengingatkanku kepada pendakian-pendakian
yang telah ku lakukan sebelumnya, yah begitulah udara di daerah pegunungan,
begitu sejuk dan segar.
Kicau burung mulai terdengar dengan
merdunya, suara gesekan pohon mulai meramaikan nyanyian alam yang bertasbih
menyembah kepadaNya. Setitik embun, masih enggan jatuh dalam dekapan daun-daun
cemara. Kabut cinta di atas danau, menari dengan indah membentuk
kalimat-kalimat sang pencipta. Sang mentari pun masih malu-malu menampakkan
cahayanya. Puncak mahameru yang tetap tegar dalam diamnya mulai tampak gagah
perkasa meski sedikit tetutupi oleh rimbun hutan cemara. Bahkan kalimat-kalimat
ini pun tak akan mampu melukiskan keindahan alam ranu pane pagi itu.
“subhanallah....”
Bersambung dulu deh.... ^_^